Berikut ini nama Raja-Raja Kerajaan Majapahit serta tahun berkuasa :
RADEN WIJAYA (1294 – 1309)
Raden Wijaya memiliki 4 istri yang semuanya adalah putri Raja Singhasari terakhir Kertanegara. Mereka adalah Sang Prameswari Tribuwana, Prameswari Mahadewi, Prajnyaparamita Jayendra Dewi, dan Gayatri (yang bergelar Rajapatni).
Dalam memerintah Kerajaan Majapahit Raden Wijaya tidak lupa mengangkat para pengikutnya yang setia saat masih dalam perjuangan dikejar-kejar tentara Jayakatwang.
Nambi diangkat sebagai pejabat patih Majapahit.
Lembusura sebagai patih Daha, Wilayah penting Majapahit sekarang Kediri
Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai Pasangguhan,
Pada pemerintahannya ini terjadi beberapa peristiwa politik yang mengakibatkan pecahnya perang saudara.
Yang pertama adalah pemberontakan Ronggolawe akibat dari pengangkatan Nambi sebagai patih.
Setelah Ronggolawe tewas, Arya Wiraraja menagih janji tentang pembagian wilayah kerajaan yang dijanjikan Raden Wijaya saat masih meminta perlindungannya di Madura.
Raden Wijaya membalas budi dengan mengabulkan separuh wilayah kerajaannya yang sebelah timur dipimpin oleh Arya Wiraraja dengan ibukotanya di Lamajang (Lumajang).
JAYANEGARA (1309 - 1328)
Raden Wijaya meninggal tahun 1309 Masehi dan digantikan oleh Putranya bernama Jayanegara yang pada saat itu masih berusia 15 tahun.
Jayanegara bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara. Jayanegara dijuluki Raden Kala Gemet dan dianggap lemah dan jahat, tidak secakap ayahnya.
Karena kurang berwibawa terjadi banyak pemberontakan yang dilakukan oleh orang - orang kepercayaan ayahnya dahulu. Pararaton menceritakan bahwa penyebab pemberontakan juga karena Jayanegara berdarah campuran Jawa - Melayu. Pemberontakan pertama dilakukan oleh Nambi tahun 1316 dan berhasil ditumpas.
Pemberontakan yang paling berbahaya dilakukan oleh Ra Kuti tahun 1319 hingga menyebabkan ibukota berhasil diduduki sementara dan Jayanegara terpaksa diungsikan ke Desa Badander oleh para prajurit Bhayangkari yang dipimpin Gajah Mada.
Gajah Mada berhasil menyusun kekuatan di ibukota dengan bekerjasama dengan para pejabat dan rakyat sehingga Ra Kuti berhasil dikalahkan. Sebuah hasutan politik mengakibatkan terbunuhnya salah seoang Dharmaputra bernama Ra Semi.
Perlu diketahui Raden Wijaya membentuk Dharmaputra yang merupakan pejabat pendamping raja yang saat itu terdiri atas : Ra Kuti, Ra Semi, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, Ra Pengsa dan Ra Tanca.
Kelak Jayanegara tewas ditangan Ra Tanca. Jayanegara sakit bengkak dan Gajah Mada menyuruh tabib Ra Tanca masuk kamar untuk mengobatinya.
Ra Tanca menusuk Raja Jayanegara hingga tewas dan nyawanya sendiri melayang ditangan Gajah Mada.
TRIBUWAHA TUNGGA DEWI (1328 – 1350)
Tribuwana adalah putri Raden Wijaya dari Gayatri, jadi merupakan adik tiri Jayanegara.
Ia bergelar Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani dan memerintah bersama suaminya Kertawardhana. Pada masa pemerintahannya ia berhasil memadamkan pemberontakan Sadeng dan Keta.
Gajah Mada diangkat sebagai Rakryan Patih Majapahit tahun 1334 dan mengucapkan Sumpah Palapa yang artinya tidak akan bersenang - senang sebelum berhasil menundukkan wilayah nusantara dibawah Majapahit. Gagasan ini sebenarnya telah dimulai oleh Raja Singhasari terakhir Kertanegara.
Tahun 1343 Majapahit berhasil menundukkan Bali. Tahun 1347 menaklukan sisa – sisa Kerajaan Sriwijaya dan Melayu. Tribuwana turun tahta tahun 1351 setelah meninggalnya ibunya Gayatri.
Ia kemudian kembali ke posisinya semula menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Sapta Prabu yakni semacam dewan penasihat agung yang beranggotakan keluarga kerajaan senior.
HAYAM WURUK (1350 – 1389)
Dikenang sebagai Pangeran yang cakap karena mahir menari topeng, ia dilahirkan tahun 1334, di tahun yang sama saat Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal. Ia adalah anak kandung Tribuwana Tungga Dewi.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan didampingi Maha Patih Gajah Mada inilah yang dianggap sebagai puncak keemasan Kerajaan Majapahit karena Majapahit telah berhasil menaklukan wilayah yang sangat luas. Peristiwa penting yang terjadi adalah Peristiwa Bubat.
Raja Hayam Wuruk berniat mempersunting Putri Sunda. Berangkatlah rombongan dari Sunda menuju Majapahit dan berkemah di lapangan Bubat.
Terjadi kesalahpahaman karena Patih Gajah Mada menganggap Sunda tunduk pada Majapahit dan menyerahkan sang putri sebagai persembahan.
Rombongan dari Sunda tersinggung dan marah sehingga pecah peperangan yang tidak seimbang. Sang Prabu Maharaja Sunda dan putrinya ikut tewas.
Peristiwa lain yang tidak kalah pentingnya adalah Dharma Hayam Wuruk dengan merenovasi atau membangun kembali candi - candi peninggalan leluhurnya yang banyak jumlahnya.
Majapahit memasuki era yang damai sehingga Hayam Wuruk dapat mengadakan tur inspeksi ke berbagai daerah di pelosok negeri. Hayam Wuruk wafat tahun 1389.
WIKRAMAWARDHANA (1389 – 1427)
Tongkat kepemimpinan Majapahit setelah Hayam Wuruk meninggal dipegang oleh Kusumawardhani dengan suaminya Wikramawardhana. Peristiwa penting yang terjadi pada masa ini adalah pecahnya perang saudara yaitu Perang Paregreg.
Penyebab perang adalah perselisihan antara Bhre Wirabumi, Putra Wijayarajasa, mertua Hayam Wuruk yang berkuasa di Istana Timur di Pamotan dengan Wikramawardhana. Perang berlangsung tahun 1404hingga 1406 dengan kemenangan Wikramawardhana. Perang ini melemahkan Majapahit karena banyak menguras kas negara.
DEWI SUHITA (1427 – 1447)
Setelah Wikramawardhana mengalahkan Bhre Wirabumi di perang Paregreg, yang memboyong putri Bhre Wirabumi untuk dijadikan selir dari selir tersebut lahir 3 orang anak : Bhre Tumapel, Dewi Suhita, dan Kertawijaya. Kerika raja Wirakramawardhana meninggal tahun 1349, Dewi Suhita naik tahta menggantikannya sebagai Raja Majapahit.
Tidak ada peristiwa penting atau prestasi Dewi Suhita selama masa pemerintahannya selain disebutkan bahwa Majapahit pernah mengalami bencana kelaparan. Dewi Suhita meninggal tahun 1369 Saka.
KERTAWIJAYA (1447 – 1451)
Adik Dewi Suhita yang bernama Kertawijaya menggantikan posisi kakaknya yang meninggal tahun 1369 Saka.
Juga tidak ditemukan banyak catatan pada masa pemerintahannya kecuali tentang sering terjadinya bencana alam gempa bumi dan gunung meletus. Pada awal pemerintahannya Kertawijaya mengeluarkan Prasasti yang dinamakan Waringin Pitu.
Dari prasasti ini kita dapat mengetahui sistem pemerintahan kerajaan, pejabat menteri, pemimpin rohani, dan wilayah-wilayah kerajaan bawahan utama Majapahit beserta penguasanya.
RAJASAWARDHANA (1451 – 1453)
Tahun 1451 Rajasawardhana menjabat sebagai Raja Majapahit menggantikan Kertawijaya.
Setelah kematiannya disebutkan bahwa di Kerajaan Majapahit terjadi kekosongan pemerintahan hingga 3 tahun lamanya.
GIRISHAWARDHANA (1456 – 1466)
Raja ini sebelumnya adalah Raja bawahan di Wengker (Bhre Wengker) sesuai dengan yang tertulis didalam Prasati Waringin Pitu, Pejabat Bhre Wengker adalah Girishawardhana Dyah Surya Wikrama.
SURAPRABHAWANA (1466 – 1447)
Pengangkatan Suraprabhawana atau Bhre Pandansalas ini didapat dari prasasti yang ditemukan di selatan Bojonegoro yang bernama Prasati Tamintihan.
Berita tentang raja raja Majapahit akhir tidak banyak. Ada peristiwa seorang raja yang meninggalkan istana Majapahit di tahun 1390 Saka dan ini diinterpretasikan bahwa tengah terjadi konflik di Majapahit.
WIJAYAKARANA (1478 – 1486)
Gelapnya data mengenai Raja Majapahit setelah tahun 1400 Saka mulai terkuak dengan ditemukannya Prasasti Petak.
Prasasti ini menceritakan tentang seorang raja yang bertahta tahun 1458. Dari prasasti lain bernama Prasati Jiyu dapat diketahui bahwa wilayah Majapahit atau Wilwatikta mencakup Janggala dan Kediri.
Catatan seorang pelaut Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Sumaoriental memberi informasi tentang pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Bhre Mataram kemudian dilanjutkan oleh Bhatara Vojjaya (Bhatara Wijaya atau Brawijaya).
RANAWIJAYA (1486 – 1513)
Setelah perang di Majapahit yang berujung dengan kekalahan Bhre Pandansalas (Suraprabhawana) maka posisi istana Majapahit juga dipindah, tidak lagi berada di Trowulan melainkan di Daha (Kediri). Nama Ranawijaya ini identik dengan Bhre Kertabumi dan bergelar Brawijaya.
Didalam masyarakat ada cerita lisan tentang Raja Brawijaya V. Ini tidak tepat dan tidak sesuai dengan sumber sejarah primer karena penggunaan angka dibelakang nama penguasa baru dimulai pada era Mataram Islam yakni gelar Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, Mangkunegoro V, dan seterusnya.
Besar kemungkinan penggunaan angka ini dipengaruhi oleh budaya koloni Belanda yang rajanya bernama Willem I, Willem II, dan seterusnya.(*)
Sumber : _
RADEN WIJAYA (1294 – 1309)
Raden Wijaya memiliki 4 istri yang semuanya adalah putri Raja Singhasari terakhir Kertanegara. Mereka adalah Sang Prameswari Tribuwana, Prameswari Mahadewi, Prajnyaparamita Jayendra Dewi, dan Gayatri (yang bergelar Rajapatni).
Dalam memerintah Kerajaan Majapahit Raden Wijaya tidak lupa mengangkat para pengikutnya yang setia saat masih dalam perjuangan dikejar-kejar tentara Jayakatwang.
Nambi diangkat sebagai pejabat patih Majapahit.
Lembusura sebagai patih Daha, Wilayah penting Majapahit sekarang Kediri
Arya Wiraraja dan Ranggalawe sebagai Pasangguhan,
Pada pemerintahannya ini terjadi beberapa peristiwa politik yang mengakibatkan pecahnya perang saudara.
Yang pertama adalah pemberontakan Ronggolawe akibat dari pengangkatan Nambi sebagai patih.
Setelah Ronggolawe tewas, Arya Wiraraja menagih janji tentang pembagian wilayah kerajaan yang dijanjikan Raden Wijaya saat masih meminta perlindungannya di Madura.
Raden Wijaya membalas budi dengan mengabulkan separuh wilayah kerajaannya yang sebelah timur dipimpin oleh Arya Wiraraja dengan ibukotanya di Lamajang (Lumajang).
JAYANEGARA (1309 - 1328)
Raden Wijaya meninggal tahun 1309 Masehi dan digantikan oleh Putranya bernama Jayanegara yang pada saat itu masih berusia 15 tahun.
Jayanegara bergelar Sri Maharaja Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara. Jayanegara dijuluki Raden Kala Gemet dan dianggap lemah dan jahat, tidak secakap ayahnya.
Karena kurang berwibawa terjadi banyak pemberontakan yang dilakukan oleh orang - orang kepercayaan ayahnya dahulu. Pararaton menceritakan bahwa penyebab pemberontakan juga karena Jayanegara berdarah campuran Jawa - Melayu. Pemberontakan pertama dilakukan oleh Nambi tahun 1316 dan berhasil ditumpas.
Pemberontakan yang paling berbahaya dilakukan oleh Ra Kuti tahun 1319 hingga menyebabkan ibukota berhasil diduduki sementara dan Jayanegara terpaksa diungsikan ke Desa Badander oleh para prajurit Bhayangkari yang dipimpin Gajah Mada.
Gajah Mada berhasil menyusun kekuatan di ibukota dengan bekerjasama dengan para pejabat dan rakyat sehingga Ra Kuti berhasil dikalahkan. Sebuah hasutan politik mengakibatkan terbunuhnya salah seoang Dharmaputra bernama Ra Semi.
Perlu diketahui Raden Wijaya membentuk Dharmaputra yang merupakan pejabat pendamping raja yang saat itu terdiri atas : Ra Kuti, Ra Semi, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, Ra Pengsa dan Ra Tanca.
Kelak Jayanegara tewas ditangan Ra Tanca. Jayanegara sakit bengkak dan Gajah Mada menyuruh tabib Ra Tanca masuk kamar untuk mengobatinya.
Ra Tanca menusuk Raja Jayanegara hingga tewas dan nyawanya sendiri melayang ditangan Gajah Mada.
TRIBUWAHA TUNGGA DEWI (1328 – 1350)
Tribuwana adalah putri Raden Wijaya dari Gayatri, jadi merupakan adik tiri Jayanegara.
Ia bergelar Sri Tribhuwanotunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani dan memerintah bersama suaminya Kertawardhana. Pada masa pemerintahannya ia berhasil memadamkan pemberontakan Sadeng dan Keta.
Gajah Mada diangkat sebagai Rakryan Patih Majapahit tahun 1334 dan mengucapkan Sumpah Palapa yang artinya tidak akan bersenang - senang sebelum berhasil menundukkan wilayah nusantara dibawah Majapahit. Gagasan ini sebenarnya telah dimulai oleh Raja Singhasari terakhir Kertanegara.
Tahun 1343 Majapahit berhasil menundukkan Bali. Tahun 1347 menaklukan sisa – sisa Kerajaan Sriwijaya dan Melayu. Tribuwana turun tahta tahun 1351 setelah meninggalnya ibunya Gayatri.
Ia kemudian kembali ke posisinya semula menjadi Bhre Kahuripan yang tergabung dalam Sapta Prabu yakni semacam dewan penasihat agung yang beranggotakan keluarga kerajaan senior.
HAYAM WURUK (1350 – 1389)
Dikenang sebagai Pangeran yang cakap karena mahir menari topeng, ia dilahirkan tahun 1334, di tahun yang sama saat Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal. Ia adalah anak kandung Tribuwana Tungga Dewi.
Masa pemerintahan Hayam Wuruk dengan didampingi Maha Patih Gajah Mada inilah yang dianggap sebagai puncak keemasan Kerajaan Majapahit karena Majapahit telah berhasil menaklukan wilayah yang sangat luas. Peristiwa penting yang terjadi adalah Peristiwa Bubat.
Raja Hayam Wuruk berniat mempersunting Putri Sunda. Berangkatlah rombongan dari Sunda menuju Majapahit dan berkemah di lapangan Bubat.
Terjadi kesalahpahaman karena Patih Gajah Mada menganggap Sunda tunduk pada Majapahit dan menyerahkan sang putri sebagai persembahan.
Rombongan dari Sunda tersinggung dan marah sehingga pecah peperangan yang tidak seimbang. Sang Prabu Maharaja Sunda dan putrinya ikut tewas.
Peristiwa lain yang tidak kalah pentingnya adalah Dharma Hayam Wuruk dengan merenovasi atau membangun kembali candi - candi peninggalan leluhurnya yang banyak jumlahnya.
Majapahit memasuki era yang damai sehingga Hayam Wuruk dapat mengadakan tur inspeksi ke berbagai daerah di pelosok negeri. Hayam Wuruk wafat tahun 1389.
WIKRAMAWARDHANA (1389 – 1427)
Tongkat kepemimpinan Majapahit setelah Hayam Wuruk meninggal dipegang oleh Kusumawardhani dengan suaminya Wikramawardhana. Peristiwa penting yang terjadi pada masa ini adalah pecahnya perang saudara yaitu Perang Paregreg.
Penyebab perang adalah perselisihan antara Bhre Wirabumi, Putra Wijayarajasa, mertua Hayam Wuruk yang berkuasa di Istana Timur di Pamotan dengan Wikramawardhana. Perang berlangsung tahun 1404hingga 1406 dengan kemenangan Wikramawardhana. Perang ini melemahkan Majapahit karena banyak menguras kas negara.
DEWI SUHITA (1427 – 1447)
Setelah Wikramawardhana mengalahkan Bhre Wirabumi di perang Paregreg, yang memboyong putri Bhre Wirabumi untuk dijadikan selir dari selir tersebut lahir 3 orang anak : Bhre Tumapel, Dewi Suhita, dan Kertawijaya. Kerika raja Wirakramawardhana meninggal tahun 1349, Dewi Suhita naik tahta menggantikannya sebagai Raja Majapahit.
Tidak ada peristiwa penting atau prestasi Dewi Suhita selama masa pemerintahannya selain disebutkan bahwa Majapahit pernah mengalami bencana kelaparan. Dewi Suhita meninggal tahun 1369 Saka.
KERTAWIJAYA (1447 – 1451)
Adik Dewi Suhita yang bernama Kertawijaya menggantikan posisi kakaknya yang meninggal tahun 1369 Saka.
Juga tidak ditemukan banyak catatan pada masa pemerintahannya kecuali tentang sering terjadinya bencana alam gempa bumi dan gunung meletus. Pada awal pemerintahannya Kertawijaya mengeluarkan Prasasti yang dinamakan Waringin Pitu.
Dari prasasti ini kita dapat mengetahui sistem pemerintahan kerajaan, pejabat menteri, pemimpin rohani, dan wilayah-wilayah kerajaan bawahan utama Majapahit beserta penguasanya.
RAJASAWARDHANA (1451 – 1453)
Tahun 1451 Rajasawardhana menjabat sebagai Raja Majapahit menggantikan Kertawijaya.
Setelah kematiannya disebutkan bahwa di Kerajaan Majapahit terjadi kekosongan pemerintahan hingga 3 tahun lamanya.
GIRISHAWARDHANA (1456 – 1466)
Raja ini sebelumnya adalah Raja bawahan di Wengker (Bhre Wengker) sesuai dengan yang tertulis didalam Prasati Waringin Pitu, Pejabat Bhre Wengker adalah Girishawardhana Dyah Surya Wikrama.
SURAPRABHAWANA (1466 – 1447)
Pengangkatan Suraprabhawana atau Bhre Pandansalas ini didapat dari prasasti yang ditemukan di selatan Bojonegoro yang bernama Prasati Tamintihan.
Berita tentang raja raja Majapahit akhir tidak banyak. Ada peristiwa seorang raja yang meninggalkan istana Majapahit di tahun 1390 Saka dan ini diinterpretasikan bahwa tengah terjadi konflik di Majapahit.
WIJAYAKARANA (1478 – 1486)
Gelapnya data mengenai Raja Majapahit setelah tahun 1400 Saka mulai terkuak dengan ditemukannya Prasasti Petak.
Prasasti ini menceritakan tentang seorang raja yang bertahta tahun 1458. Dari prasasti lain bernama Prasati Jiyu dapat diketahui bahwa wilayah Majapahit atau Wilwatikta mencakup Janggala dan Kediri.
Catatan seorang pelaut Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya yang berjudul Sumaoriental memberi informasi tentang pemerintahan Majapahit yang dipegang oleh Bhre Mataram kemudian dilanjutkan oleh Bhatara Vojjaya (Bhatara Wijaya atau Brawijaya).
RANAWIJAYA (1486 – 1513)
Setelah perang di Majapahit yang berujung dengan kekalahan Bhre Pandansalas (Suraprabhawana) maka posisi istana Majapahit juga dipindah, tidak lagi berada di Trowulan melainkan di Daha (Kediri). Nama Ranawijaya ini identik dengan Bhre Kertabumi dan bergelar Brawijaya.
Didalam masyarakat ada cerita lisan tentang Raja Brawijaya V. Ini tidak tepat dan tidak sesuai dengan sumber sejarah primer karena penggunaan angka dibelakang nama penguasa baru dimulai pada era Mataram Islam yakni gelar Hamengkubuwono I, Pakubuwono III, Mangkunegoro V, dan seterusnya.
Besar kemungkinan penggunaan angka ini dipengaruhi oleh budaya koloni Belanda yang rajanya bernama Willem I, Willem II, dan seterusnya.(*)
Sumber : _