Ilustrasi salah satu tokoh dalam wayang, Dewi Srikandi. |
DEWI SRIKANDHI, salah seorang istri Arjuna. Ia adalah putri kedua Prabu Drupada dari Kerajaan Cempalaradya, sedangkan ibunya bernama Dewi Gandawati. Kakaknya yang sulung bernama Dewi Drupadi alias Dewi Krisna, dipersunting oleh Prabu Yudistira. Dewi Srikandi juga mempunyai adik laki-laki bernama Drestajumena.
Dalam pewayangan, Dewi Srikandhi digambarkan sebagai wanita cantik yang terampil dalam ilmu keprajuritan. Bahkan para dalang menceritakan, ketika dilahirkan bayi Srikandi telah mengenakan pakaian perlengkapan perang. Dewi Srikandi mahir memanah, karena pernah belajar pada Arjuna. Namun, menurut Kitab Mahabharata, Srikandi yang di dalam kitab itu disebut bernama Sihkandin, adalah pria yang kebanci-bancian.
Ketika Dewi Srikandhi meningkat dewasa, ia dipinang oleh raja tampan dan kaya bernama Prabu Jungkungmardeya dari Kerajaan Paranggubarja. Pada awalnya Prabu Drupada menerima lamaran itu. Hal itu terutama disebabkan karena raja Cempalaradya itu tahu benar kekuatan tentara Paranggubarja. Bila lamaran itu ditolak, tentu Prabu Jungkungmardeya yang telah terkenal akan kesaktiannya itu akan menyerbu negaranya.
Namun, Dewi Srikandhi tidak ingin menjadi istri Prabu Jungkungmardeya karena diam-diam sebenarnya ia mencintai Arjuna. Pada malam menjelang pernikahan, Dewi Srikandi menghilang dari keputren.
Seluruh Kerajaan Cempalaradya geger dibuatnya. Semua orang bingung mencari Srikandhi. Begitu pula Prabu Jungkungmardeya dan anak buahnya.
Dewi Srikandi ternyata melarikan diri ke Kasatrian Madukara, tempat tinggal Arjuna. Kepada Arjuna, putri Cempala ini minta agar ia diajari cara memanah. Dengan senang hati Arjuna memenuhi permintaan Srikandhi. Di taman Maduganda, dalam Kasatrian Madukara dengan tekun Srikandhi belajar memanah. Keberadaan Srikandi di Madukara akhirnya diketahui oleh Dewi Drupadi yang langsung datang dan memarahi adiknya karena telah membuat malu keluaraga. Tentu akan timbul fitnah karena Arjuna sudah beristri. Srikandi disuruh segera pulang.
Dalam perjalanan pulang Dewi Srikandhi dicegat oleh bala tentara raksasa dari Kerajaan Paranggubarja. Mereka hendak menangkap putri Cempalaradya itu, tetapi kali ini Srikandi telah lebih mahir menggunakan panah dan busurnya. Banyak raksasa yang mati di tangan Srikandi. Hal ini membuat marah Prabu Jungkungmardeya, namun Arjuna dapat membunuh raja yang tampan itu.
Setelah Dewi Srikandhi berada kembali di Kerajaan Cempalaradya, keluarga Pandawa datang melamar Dewi Srikandi untuk Arjuna.
Di luar dugaan ternyata Srikandhi tidak begitu saja mau menerima lamaran itu. Ia mengajukan syarat, kalau Arjuna dapat memulihkan Taman Maerakaca yang rusak akibat ulah para raksasa dari Kerajaan Paranggubarja dalam tempo semalam, dan kemudian menyediakan lawan tanding wanita yang bisa mengungguli kemahirannya memanah, barulah Srikandhi mau menjadi istri Arjuna.
Kedua syarat itu ternyata dapat dipenuhi Arjuna. Sebagai lawan tanding bagi Dewi Srikandhi, Arjuna membawa salah seorang istrinya yang bernama Dewi Larasati. Istri Arjuna ini juga mahir menggunakan busur dan anak panahnya. Waktu Dewi Srikandhi membuktikan dirinya sanggup memotong sehelai rambut dengan anak panahnya, Dewi Larasati ternyata sanggup membelah rambut itu. Akhirnya Dewi Srikandhi mengaku kalah. Maka, perkawinan antara Arjuna dan Dewi Srikandi pun berlangsung.
Suatu saat, atas bantuan Batara Narada, Dewi Srikandhi pernah berubah ujud menjadi pria dengan nama Bambang Kandihawa. Ia juga bertukar kelamin dengan Begawan Amintuna, seorang brahmana raksasa, sehingga dapat kawin dengan Dewi Durniti, putri Prabu Dike dari Kerajaan Manimantaka.
Perkawinan ini membuahkan seorang anak yang diberi nama Nirbita alias Niwatakawaca. Sesudah mempunyai anak, Bambang Kandihawa menukar kembali alat kelaminnya dengan Begawan Amintuna, serta menjelma kembali menjadi Dewi Srikandi. (Baca juga Durniti, Dewi)
Dalam Baratayuda, Dewi Srikandhi diangkat sebagai senapati setelah Resi Seta gugur. Hal ini diatur oleh Prabu Kresna selaku ahli siasat, karena pihak Kurawa menampilkan Resi Bisma sebagai maha senapati.
Tidak seorang pun dari para Pandawa yang merasa mampu menghadapi Resi Bisma. Kresna tahu bahwa pengapesan ‘titik kelemahan’ Bisma adalah bilamana orang sakti itu berhadapan dengan prajurit wanita. Raja Dwarawati lalu mengusulkan Srikandhi menjadi senapati di pihak Pandawa.
Manakala berhadapan dengan Resi Bisma pada awalnya Dewi Srikandi enggan mulai menyerang. Meskipun tidak punya hubungan kekeluargaan secara langsung, Putri Campala itu merasa sungkan dan hormat terhadap lawannya yang telah berusia lanjut itu. Bisma yang telah mendapat firasat bahwa ajalnya sudah dekat, justru menyongsong kehadiran Dewi Srikandhi di medan laga. Ia tahu bahwa saat itulah arwah Dewi Amba datang menjemputnya.
Karena Dewi Srikandhi tidak juga mau menyerangnya, Bisma mulai melepaskan anak panahnya. Sengaja ia membidik satu atau dua jengkal dari sasaran karena pahlawan tua itu tidak mau melukai istri Arjuna yang menjadi lawannya. Srikandhi tetap tidak membalas, hanya mengelak atau menangkis anak panah yang mengarah kepadanya. Putri Cempalaradya masih belum sampai hati untuk membalas menyerang Resi Bisma yang amat dihormatinya itu.
Ganggadata alias Bisma tidak sabar lagi. Kali ini dibidiknya baik-baik sasaran yang dituju, dan sesaat kemudian anak panahnya meluncur deras. Dewi Srikandhi tidak sempat lagi mengelak. Anak panah Bisma ternyata tepat membabat simpul ikatan kain semekan, atau kemben yang dikenakan Dewi Srikandhi, sehingga kain penutup payudara itu lepas. Bukan main panas hati Dewi Srikandi. Dalam keadaan hati yang panas karena dipermalukan seperti itu badan halus Dewi Amba menyusup masuk ke tubuh Srikandi. Sambil berlari menjauhi Resi Bisma, Dewi Srikandi sibuk membetulkan kembennya. Begitu selesai, segera prajurit wanita itu menggunakan senjata andalannya, panah sakti Harda Sengkali sebagai senjata pamungkas. Namun, waktu itu Srikandhi telah berada jauh dari Bisma, sehingga anak panah Sengkali tidak dapat meluncur deras. Karena khawatir Sengkali tidak dapat melaju sampai ke sasaran, Prabu Kresna memberi isyarat pada Arjuna. suami Srikandhi ini segera tanggap akan isyarat itu. Secepat kilat dilepaskannya panah pusaka Arda-dedali yang meluncur mendorong panah Harda Sengkali. Berkat dorongan Ardadadali (Harda Dedali), Sengkali melesat deras menembus dada Resi Bisma. Seketika itu juga Bisma rebah.
Akhir hidup Dewi Srikandhi cukup tragis. Bersama adiknya, Drestajumena, dan Pancawala anak Yudistira, Srikandi menjadi korban pembunuhan Aswatama. Beberapa hari sesudah Bharatayuda usai Aswatama pada suatu malam berhasil menyusup ke perkemahan para Pandawa dan membunuh secara pengecut mereka ketika sedang lelap tidur.
Berbagai lakon dalam Wayang Purwa, peran Dewi Srikandi cukup menonjol sebagai penjaga keamanan Kerajaan Amarta maupun Kasatrian Madukara yang cepat bertindak dan berani mengambil keputusan pada saat-saat genting.
Misalnya, dalam lakon Subadra Larung, ia mengejar pembunuh Dewi Subadra yang ternyata adalah Burisrawa. Dalam lakon Mustakaweni ia juga mengejar Gatotkaca palsu yang mencuri Jamus Kalimasada. Dalam lakon Danumaya, Dewi Srikandhi juga menghalangi usaha penculikan Dewi Subadra oleh Patih Mandanasraya yang menyaru sebagai Kresna.
Sementara itu, dalam lakon Pandawa Pitu, Dewi Srikandhi dan Dewi Subadra pernah melakukan triwikrama, sehingga menjelma menjadi brahala, raksasa yang amat besar. Mereka pergi ke kahyangan untuk melabrak para dewa.
Dalam Kitab Mahabharata, Srikandhi yang digambarkan sebagai seorang pria yang kebanci-bancian. Ia adalah titisan Dewi Amba, yang dulu mati bunuh diri setelah gagal membalas dendam pada Resi Bhisma yang dianggapnya telah menyengsarakan cintanya. (Dalam pewayangan kematian Dewi Amba adalah karena secara tidak sengaja terbunuh oleh panah Bhisma).
Berbeda dengan di pewayangan, dalam Kitab Mahabharata, Sihkandin (Srikandhi) tidak pernah menjadi istri Arjuna. Ia ikut serta dalam Bharatayuda karena negrinya, Cempala menjadi sekutu Pandawa. Bukan karena ia istri arjuna.
Pada seni rupa wayang kulit purwa gagrak Yogyakarta tokoh Srikandi ditampilkan dalam wanda Golek untuk adegan jejer; wanda Nenes untuk adegan bersenang-senang; dan wanda Patrem untuk adegan perang. Pada tahun 1980-an diciptakan Srikandi wayang jangkahan ‘kakinya melangkah seperti lelaki’ yang biasanya digunakan khusus pada lakon-lakon Bharatayuda.
Lakon-lakon Yang Melibatkan Srikandi antara lain: Bambang Kandihawa, Srikandi Maguru Manah, Mbangun Taman Maerakaca, Mustakaweni, Sembadra Larung, Srikandi Edan, Bisma Gugur, Aswatama Nglandak
Dewi Srikandi yang pemberani itu bersuara nyaring, kenes ‘lantang, renyah agak genit’. (*)
Seluruh Kerajaan Cempalaradya geger dibuatnya. Semua orang bingung mencari Srikandhi. Begitu pula Prabu Jungkungmardeya dan anak buahnya.
Dewi Srikandi ternyata melarikan diri ke Kasatrian Madukara, tempat tinggal Arjuna. Kepada Arjuna, putri Cempala ini minta agar ia diajari cara memanah. Dengan senang hati Arjuna memenuhi permintaan Srikandhi. Di taman Maduganda, dalam Kasatrian Madukara dengan tekun Srikandhi belajar memanah. Keberadaan Srikandi di Madukara akhirnya diketahui oleh Dewi Drupadi yang langsung datang dan memarahi adiknya karena telah membuat malu keluaraga. Tentu akan timbul fitnah karena Arjuna sudah beristri. Srikandi disuruh segera pulang.
Dalam perjalanan pulang Dewi Srikandhi dicegat oleh bala tentara raksasa dari Kerajaan Paranggubarja. Mereka hendak menangkap putri Cempalaradya itu, tetapi kali ini Srikandi telah lebih mahir menggunakan panah dan busurnya. Banyak raksasa yang mati di tangan Srikandi. Hal ini membuat marah Prabu Jungkungmardeya, namun Arjuna dapat membunuh raja yang tampan itu.
Setelah Dewi Srikandhi berada kembali di Kerajaan Cempalaradya, keluarga Pandawa datang melamar Dewi Srikandi untuk Arjuna.
Di luar dugaan ternyata Srikandhi tidak begitu saja mau menerima lamaran itu. Ia mengajukan syarat, kalau Arjuna dapat memulihkan Taman Maerakaca yang rusak akibat ulah para raksasa dari Kerajaan Paranggubarja dalam tempo semalam, dan kemudian menyediakan lawan tanding wanita yang bisa mengungguli kemahirannya memanah, barulah Srikandhi mau menjadi istri Arjuna.
Kedua syarat itu ternyata dapat dipenuhi Arjuna. Sebagai lawan tanding bagi Dewi Srikandhi, Arjuna membawa salah seorang istrinya yang bernama Dewi Larasati. Istri Arjuna ini juga mahir menggunakan busur dan anak panahnya. Waktu Dewi Srikandhi membuktikan dirinya sanggup memotong sehelai rambut dengan anak panahnya, Dewi Larasati ternyata sanggup membelah rambut itu. Akhirnya Dewi Srikandhi mengaku kalah. Maka, perkawinan antara Arjuna dan Dewi Srikandi pun berlangsung.
Suatu saat, atas bantuan Batara Narada, Dewi Srikandhi pernah berubah ujud menjadi pria dengan nama Bambang Kandihawa. Ia juga bertukar kelamin dengan Begawan Amintuna, seorang brahmana raksasa, sehingga dapat kawin dengan Dewi Durniti, putri Prabu Dike dari Kerajaan Manimantaka.
Perkawinan ini membuahkan seorang anak yang diberi nama Nirbita alias Niwatakawaca. Sesudah mempunyai anak, Bambang Kandihawa menukar kembali alat kelaminnya dengan Begawan Amintuna, serta menjelma kembali menjadi Dewi Srikandi. (Baca juga Durniti, Dewi)
Dalam Baratayuda, Dewi Srikandhi diangkat sebagai senapati setelah Resi Seta gugur. Hal ini diatur oleh Prabu Kresna selaku ahli siasat, karena pihak Kurawa menampilkan Resi Bisma sebagai maha senapati.
Tidak seorang pun dari para Pandawa yang merasa mampu menghadapi Resi Bisma. Kresna tahu bahwa pengapesan ‘titik kelemahan’ Bisma adalah bilamana orang sakti itu berhadapan dengan prajurit wanita. Raja Dwarawati lalu mengusulkan Srikandhi menjadi senapati di pihak Pandawa.
Manakala berhadapan dengan Resi Bisma pada awalnya Dewi Srikandi enggan mulai menyerang. Meskipun tidak punya hubungan kekeluargaan secara langsung, Putri Campala itu merasa sungkan dan hormat terhadap lawannya yang telah berusia lanjut itu. Bisma yang telah mendapat firasat bahwa ajalnya sudah dekat, justru menyongsong kehadiran Dewi Srikandhi di medan laga. Ia tahu bahwa saat itulah arwah Dewi Amba datang menjemputnya.
Karena Dewi Srikandhi tidak juga mau menyerangnya, Bisma mulai melepaskan anak panahnya. Sengaja ia membidik satu atau dua jengkal dari sasaran karena pahlawan tua itu tidak mau melukai istri Arjuna yang menjadi lawannya. Srikandhi tetap tidak membalas, hanya mengelak atau menangkis anak panah yang mengarah kepadanya. Putri Cempalaradya masih belum sampai hati untuk membalas menyerang Resi Bisma yang amat dihormatinya itu.
Ganggadata alias Bisma tidak sabar lagi. Kali ini dibidiknya baik-baik sasaran yang dituju, dan sesaat kemudian anak panahnya meluncur deras. Dewi Srikandhi tidak sempat lagi mengelak. Anak panah Bisma ternyata tepat membabat simpul ikatan kain semekan, atau kemben yang dikenakan Dewi Srikandhi, sehingga kain penutup payudara itu lepas. Bukan main panas hati Dewi Srikandi. Dalam keadaan hati yang panas karena dipermalukan seperti itu badan halus Dewi Amba menyusup masuk ke tubuh Srikandi. Sambil berlari menjauhi Resi Bisma, Dewi Srikandi sibuk membetulkan kembennya. Begitu selesai, segera prajurit wanita itu menggunakan senjata andalannya, panah sakti Harda Sengkali sebagai senjata pamungkas. Namun, waktu itu Srikandhi telah berada jauh dari Bisma, sehingga anak panah Sengkali tidak dapat meluncur deras. Karena khawatir Sengkali tidak dapat melaju sampai ke sasaran, Prabu Kresna memberi isyarat pada Arjuna. suami Srikandhi ini segera tanggap akan isyarat itu. Secepat kilat dilepaskannya panah pusaka Arda-dedali yang meluncur mendorong panah Harda Sengkali. Berkat dorongan Ardadadali (Harda Dedali), Sengkali melesat deras menembus dada Resi Bisma. Seketika itu juga Bisma rebah.
Akhir hidup Dewi Srikandhi cukup tragis. Bersama adiknya, Drestajumena, dan Pancawala anak Yudistira, Srikandi menjadi korban pembunuhan Aswatama. Beberapa hari sesudah Bharatayuda usai Aswatama pada suatu malam berhasil menyusup ke perkemahan para Pandawa dan membunuh secara pengecut mereka ketika sedang lelap tidur.
Berbagai lakon dalam Wayang Purwa, peran Dewi Srikandi cukup menonjol sebagai penjaga keamanan Kerajaan Amarta maupun Kasatrian Madukara yang cepat bertindak dan berani mengambil keputusan pada saat-saat genting.
Misalnya, dalam lakon Subadra Larung, ia mengejar pembunuh Dewi Subadra yang ternyata adalah Burisrawa. Dalam lakon Mustakaweni ia juga mengejar Gatotkaca palsu yang mencuri Jamus Kalimasada. Dalam lakon Danumaya, Dewi Srikandhi juga menghalangi usaha penculikan Dewi Subadra oleh Patih Mandanasraya yang menyaru sebagai Kresna.
Sementara itu, dalam lakon Pandawa Pitu, Dewi Srikandhi dan Dewi Subadra pernah melakukan triwikrama, sehingga menjelma menjadi brahala, raksasa yang amat besar. Mereka pergi ke kahyangan untuk melabrak para dewa.
Dalam Kitab Mahabharata, Srikandhi yang digambarkan sebagai seorang pria yang kebanci-bancian. Ia adalah titisan Dewi Amba, yang dulu mati bunuh diri setelah gagal membalas dendam pada Resi Bhisma yang dianggapnya telah menyengsarakan cintanya. (Dalam pewayangan kematian Dewi Amba adalah karena secara tidak sengaja terbunuh oleh panah Bhisma).
Berbeda dengan di pewayangan, dalam Kitab Mahabharata, Sihkandin (Srikandhi) tidak pernah menjadi istri Arjuna. Ia ikut serta dalam Bharatayuda karena negrinya, Cempala menjadi sekutu Pandawa. Bukan karena ia istri arjuna.
Pada seni rupa wayang kulit purwa gagrak Yogyakarta tokoh Srikandi ditampilkan dalam wanda Golek untuk adegan jejer; wanda Nenes untuk adegan bersenang-senang; dan wanda Patrem untuk adegan perang. Pada tahun 1980-an diciptakan Srikandi wayang jangkahan ‘kakinya melangkah seperti lelaki’ yang biasanya digunakan khusus pada lakon-lakon Bharatayuda.
Lakon-lakon Yang Melibatkan Srikandi antara lain: Bambang Kandihawa, Srikandi Maguru Manah, Mbangun Taman Maerakaca, Mustakaweni, Sembadra Larung, Srikandi Edan, Bisma Gugur, Aswatama Nglandak
Dewi Srikandi yang pemberani itu bersuara nyaring, kenes ‘lantang, renyah agak genit’. (*)