Glang Glang / Gelang Gelang tidaklah sama dengan Daha atau Kediri, dalam arti kata yang sesungguhnya dan dalam arti yang terbatas menurut geografis. Hal tersebut merupakan hasil penelitiannya dalam cerita - cerita Panji, dimana terdapat nama Kerajaan Gegelang (Glang - Glang) disamping Kerajaan Daha.
Lokasi Gegelang diidentifikasikan berada di sebelah barat Gunung Wilis. Poerbatjaraka melokasilisasikan Glang Glang / Gelang Gelang berada di daerah Pagotan, selatan Kota Madiun.
Out Pelokasian Glang-Glang berada di barat Gunung Wilis didukung oleh beberapa sumber data sejarah sebagai berikut : UU Serat Centini.
Cerita Centini memberikan petunjuk yang jelas tentang lokasi Gegelang, ketika Panji mengabdi kepada Raja Gegelang. Sesudah rombongan Raden Jayengresmi, Jayengraga, Kulawirya dan Nurripin sampai di Memenang, Kediri. Kemudian mereka bermalam di pelabuhan, di tepi Brantas sebelah timur.
Pada keesokan harinya, mereka menyeberangi sungai dengan sebuah perahu tambangan dan menuju ke Gunung Klotok, di Gua Selomangleng. Ketika hendak meneruskan perjalanan dari Gua Selomangleng, mereka menanyakan jalan menuju Gegelang. Mereka mendapatkan jawaban, bahwa Gegelang masih jauh. perlu tiga hari lagi perjalanan dari Gua Selomangleng.
Menyusuri kaki Gunung Wilis di sebelah utara, kemudian berjalan ke barat mengelilingi gunung (Wilis) (Poerbatjaraka,1968: 373).
Daerah-Daerah di sebelah barat Gunung Wilis adalah daerah Karesidenan Madiun.
Oleh karena itu, pelokalisasian Gegelang atau Glang-Glang di Madiun tidaklah bertentangan dengan informasi dalam Serat Centini. Selain itu, dalam cerita Panji Malat disebutkan juga tentang orang-orang Pagutan yang kaget atas kedatangan orang-orang Melayu ke wilayah Gegelang (Poerbatjaraka, 1968: 315).
Dari sinilah Poerbatjaraka mengidentifikasi Glang-Glang sama dengan Pagutan, yang sekarang menjadi Desa Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.
Cerita Bujanggamanik
Cerita Bujanggamanik menyebutkan lokasi Gegelang berada di sebelah selatan Medang Kamulan.
Untuk mengetahui lebih jauh lokasi Gegelang versi Bujanggamanik, dapat dilihat pada baris 780-789 sebagai berikut :
Ka kencan jajahan Demak,
Ti wetan na Welahulu.
Ngalalaring ka Pulutan,
Datang ka Medang Kamulan.
Sacu(n)duk ka Rabut Jalu,
Ngalalaring ka Larangan
Sadatang aing ka Jempar,
Meu(n)tasing di Ciwuluyu,
Cu(n)duk ka lurah Gegelang,
Ti kidul Medang Kamulan.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Ke sebelah kiri wilayah Demak,
Di timurnya Gunung Welahulu.
Aku berjalan lewat Pulutan,
Datang ke Medang Kamulan.
Setibanya ke Rabut Jalu,
Aku berjalan lewat Larangan.
Sesampainya aku ke Jempur,
Kuseberangi sungai Ciwuluyu,
Sampai ke daerah Gegelang,
Sebelah selatan Medang Kamulan,
(Noorduyn & Teeuw, 2009: 297).
Terlihat bahwa jalur yang dilalui Bujanggamanik setelah dari Demak menuju ke arah tenggara. Setelah sampai di daerah Medang Kamulan terus menuju Rabut Jalu, Larangan dan Jempur.
Kemudian menyeberangi Ciwuluyu dan akhirnya sampai di daerah Gegelang. Ciwuluyu adalah nama kuno untuk Bengawan Solo. Jadi, lokasi Gegelang berada di seberang selatan Bengawan Solo, wilayah Karesidenan Madiun, sebelah barat Gunung Wilis.
Kajian Toponimi.
Poerbatjaraka (1968: 372) telah menafsirkan daerah “Pagutan” dalam cerita Malat sama dengan Gegelang (Glang-Glang). Pagutan memiliki kata dasar ”Pagut”, yang memiliki arti pertemuan (dua ujung), seperti gelang tangan. Sedangkan Gegelang atau Glang-Glang berasal dari kata ”Gelang (gelang tangan)”.
Jadi, daerah Pagutan yang sekarang menjadi Desa Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun dapat diidentifikasikan sebagai lokasi nagara Glang-Glang dalam prasasti, atau Gegelang sebagai sebutan dalam karya-karya sastra Jawa (Poerbatjaraka, 1968: 372).
Kajian Toponimi serta penafsiran nama ”Pagutan” dengan Gegelang oleh Poerbatjaraka di atas, masih dapat diterima jika di daerah barat Gunung Wilis tidak ada toponimi lain yang lebih mendekati nama ”Glang-Glang”. Namun, di Kabupaten Madiun bagian selatan terdapat toponimi yang lebih mendekati nama ”Glang-Glang”, yaitu Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo.
Di desa ini terdapat Dukuh Gelang yang berbatasan dengan Dukuh Ngrawan, Desa Dolopo, di Kecamatan Dolopo sebelah utaranya. Di sebelah barat Desa Dolopo terdapat Desa Doho.
Di Desa Doho terdapat sumber mata air di tengah areal persawahan yang disebut dengan "Sendang Ganter". Areal di sekitar sendang itu disebut dengan ”Blok Ganter” Doho identik dengan Daha, yaitu ibukota Kerajaan Panjalu.
Sedangkan Ganter dalam Pararaton diceritakan sebagai lokasi pertempuran antara pasukan Tumapel dengan Panjalu pada tahun 1144 Saka.
> > > Lanjut ke ( 2 ) ( 3 )
Lokasi Gegelang diidentifikasikan berada di sebelah barat Gunung Wilis. Poerbatjaraka melokasilisasikan Glang Glang / Gelang Gelang berada di daerah Pagotan, selatan Kota Madiun.
Out Pelokasian Glang-Glang berada di barat Gunung Wilis didukung oleh beberapa sumber data sejarah sebagai berikut : UU Serat Centini.
Cerita Centini memberikan petunjuk yang jelas tentang lokasi Gegelang, ketika Panji mengabdi kepada Raja Gegelang. Sesudah rombongan Raden Jayengresmi, Jayengraga, Kulawirya dan Nurripin sampai di Memenang, Kediri. Kemudian mereka bermalam di pelabuhan, di tepi Brantas sebelah timur.
Pada keesokan harinya, mereka menyeberangi sungai dengan sebuah perahu tambangan dan menuju ke Gunung Klotok, di Gua Selomangleng. Ketika hendak meneruskan perjalanan dari Gua Selomangleng, mereka menanyakan jalan menuju Gegelang. Mereka mendapatkan jawaban, bahwa Gegelang masih jauh. perlu tiga hari lagi perjalanan dari Gua Selomangleng.
Menyusuri kaki Gunung Wilis di sebelah utara, kemudian berjalan ke barat mengelilingi gunung (Wilis) (Poerbatjaraka,1968: 373).
Daerah-Daerah di sebelah barat Gunung Wilis adalah daerah Karesidenan Madiun.
Oleh karena itu, pelokalisasian Gegelang atau Glang-Glang di Madiun tidaklah bertentangan dengan informasi dalam Serat Centini. Selain itu, dalam cerita Panji Malat disebutkan juga tentang orang-orang Pagutan yang kaget atas kedatangan orang-orang Melayu ke wilayah Gegelang (Poerbatjaraka, 1968: 315).
Dari sinilah Poerbatjaraka mengidentifikasi Glang-Glang sama dengan Pagutan, yang sekarang menjadi Desa Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun.
Cerita Bujanggamanik
Cerita Bujanggamanik menyebutkan lokasi Gegelang berada di sebelah selatan Medang Kamulan.
Untuk mengetahui lebih jauh lokasi Gegelang versi Bujanggamanik, dapat dilihat pada baris 780-789 sebagai berikut :
Ka kencan jajahan Demak,
Ti wetan na Welahulu.
Ngalalaring ka Pulutan,
Datang ka Medang Kamulan.
Sacu(n)duk ka Rabut Jalu,
Ngalalaring ka Larangan
Sadatang aing ka Jempar,
Meu(n)tasing di Ciwuluyu,
Cu(n)duk ka lurah Gegelang,
Ti kidul Medang Kamulan.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Ke sebelah kiri wilayah Demak,
Di timurnya Gunung Welahulu.
Aku berjalan lewat Pulutan,
Datang ke Medang Kamulan.
Setibanya ke Rabut Jalu,
Aku berjalan lewat Larangan.
Sesampainya aku ke Jempur,
Kuseberangi sungai Ciwuluyu,
Sampai ke daerah Gegelang,
Sebelah selatan Medang Kamulan,
(Noorduyn & Teeuw, 2009: 297).
Terlihat bahwa jalur yang dilalui Bujanggamanik setelah dari Demak menuju ke arah tenggara. Setelah sampai di daerah Medang Kamulan terus menuju Rabut Jalu, Larangan dan Jempur.
Kemudian menyeberangi Ciwuluyu dan akhirnya sampai di daerah Gegelang. Ciwuluyu adalah nama kuno untuk Bengawan Solo. Jadi, lokasi Gegelang berada di seberang selatan Bengawan Solo, wilayah Karesidenan Madiun, sebelah barat Gunung Wilis.
Kajian Toponimi.
Poerbatjaraka (1968: 372) telah menafsirkan daerah “Pagutan” dalam cerita Malat sama dengan Gegelang (Glang-Glang). Pagutan memiliki kata dasar ”Pagut”, yang memiliki arti pertemuan (dua ujung), seperti gelang tangan. Sedangkan Gegelang atau Glang-Glang berasal dari kata ”Gelang (gelang tangan)”.
Jadi, daerah Pagutan yang sekarang menjadi Desa Pagotan, Kecamatan Geger, Kabupaten Madiun dapat diidentifikasikan sebagai lokasi nagara Glang-Glang dalam prasasti, atau Gegelang sebagai sebutan dalam karya-karya sastra Jawa (Poerbatjaraka, 1968: 372).
Kajian Toponimi serta penafsiran nama ”Pagutan” dengan Gegelang oleh Poerbatjaraka di atas, masih dapat diterima jika di daerah barat Gunung Wilis tidak ada toponimi lain yang lebih mendekati nama ”Glang-Glang”. Namun, di Kabupaten Madiun bagian selatan terdapat toponimi yang lebih mendekati nama ”Glang-Glang”, yaitu Desa Glonggong, Kecamatan Dolopo.
Di desa ini terdapat Dukuh Gelang yang berbatasan dengan Dukuh Ngrawan, Desa Dolopo, di Kecamatan Dolopo sebelah utaranya. Di sebelah barat Desa Dolopo terdapat Desa Doho.
Di Desa Doho terdapat sumber mata air di tengah areal persawahan yang disebut dengan "Sendang Ganter". Areal di sekitar sendang itu disebut dengan ”Blok Ganter” Doho identik dengan Daha, yaitu ibukota Kerajaan Panjalu.
Sedangkan Ganter dalam Pararaton diceritakan sebagai lokasi pertempuran antara pasukan Tumapel dengan Panjalu pada tahun 1144 Saka.
> > > Lanjut ke ( 2 ) ( 3 )